Ahad, 28 Mei 2023 |
[Catatan Singkat: Kelas Jadi Istri bersama Teh Febrianti Almeera]
Bismillahirahmanirrahim..
Sesi ini beliau banyak menyampaikan terkait visi misi sebuah keluarga, bagaimana seharusnya menjadi istri yang sesuai dengan fitrah. Setiap keluarga itu isinya perjuangan, dengan perjuangannya masing-masing yang pastinya berbeda setiap keluarga.
Visi keluarga: setiap muslim
itu harusnya mempunyai visi yang sama yakni meraih ridha Allah supaya
mendapatkan tiket masuk surga. Nah, baru misinya (langkah-langkah untuk
mewujudkan visi) yang berbeda setiap keluarga.
Misi keluarga: merupakan
peleburan potensi suami dan istri menjadi potensi yang lebih besar dan harus mempunyai
ruh langit. Misi ini datang dari Allah, dilakukan oleh suami yang dibantu oleh
istri. Misi ini dipegang oleh suami, maka ketika kita memilih suami berarti
kita juga sedang memilih nahkoda untuk melakukan perjalanan bahtera rumah
tangga.
Beliau juga menyampaikan terkait bagaimana cara kita menemukan misi. Menurut Alm Ust. Harry Santosa ada 2 poin untuk menemukan misi yakni kesadaran dan pertaubatan. Kesadaran artinya kitab isa melihat latar belakang diri kita (80% dari perjuangan pahit yang pernah ia rasakan, 20% dari sesuatu yang memang sering dan senang ia lakukan). Pertaubatan yakni kebersihan hati supaya kita mudah peka dan bergetar terhadap panggilan jiwa/keimanan yang kemudian bisa mengantarkan kita kepada hal yang menjadi misi kita. Maka harus diberangi dengan pertaubatan dari dosa-dosa kita dulu. Kedua poin tersbut jika sudah dipenuhi maka insyaaAllah kita akan dengan mudah menemukan misi, dan misi ini harus berorientasi manfaat.
Selain itu beliau juga
membahas terkait bagiamana seharusnya firah seorang istri, terlebih ketika
sudah mempunyai suami. Di sesi pembahasan ini, saya banyak dapat ilmu baru yang
cukup teknis. Ternyata komunikasi suami istri yang baik/lancar saja tidak cukup,
harus dibarengi dengan memahami fitrah peran masing-masing. Sebab, jika kita kembali
ke fitrah sebagai seorang istri maka akan merasa nyaman. Ada 3 hal yang perlu
kita perhatikan ketika komunikasi ke suami yakni word (pilih perkataan
yang baik), tone (nada bicara yang lebih rendah dari suami), gesture (sikap
atau mimik wajah yang meyenangkan hati suami).
Seorang suami itu sebagi imam
(pemimpin keluarga yang juga harus dengan kelembutan dan kasinh sayang), dan istri
adalah sebagai makmumnya. Meskipun sebelum menikah menjadi perempuan yang
sering memimpin rapat atau organisasi, tapi setelah akad nikah maka ia akan
menjadi makmum yang wajib ‘manut’ dengan imamnya.
Setiap ‘manut’ nya istri pada
permintaan kecil suami maka akan menaikkan qawwamnya suami. Tapi, ada 3 syarat
istri wajib patuh pada suami ketika, (1) selama hal tersebut tidak melanggar
perintah Allah; (2) disampaikan dalam bentuk musyawarah bersama; (3) sesuai
dengan kesanggupan istri.
Satu lagi pembahasan yang
menarik. Kenapa sesama laki-laki akan merasa aneh dan geli ketika mereka
diminta untuk duduk berdekatan, bergandengan tangan atau berpelukan? Ya, karena mereka sesama laki-laki yang mempunyai
sisi maskulin. Nah, kalau dalam keluarga, seorang istri sering mendebat, merasa
lebih benar, mengatur suami maka yang terjadi ialah suami akan ‘merenggang’
atau tidak dekat pada istrinya karena suami merasa sedang bersama laki-laki
bukan perempuan. Maka, kembali pada fitrah peran masing-masing supaya merasa
nyaman. Ketika kita ingin dipimpin dan dididik dengan baik, maka kita juga
harus siap dididik dan dipimpin.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Mohon maaf kalau masih banyak kesalahannya.
Wallahu a'lam bish-shawab
Komentar
Posting Komentar