“Pondasi perbaikan bangsa adalah perbaikan keluarga dan kunci
perbaikan keluarga adalah perbaikan kaum wanitanya. Karena wanita adalah guru
dunia, dialah yang menggoyang ayunan dengan tangan kanannya dan mengguncang
dunia dengan tangan kirinya”
(Hasan Al Banna)
Sebuah perkataan dari
seorang ulama berpengaruh Hasan Al Banna diatas menekankan tentang seorang wanita
yang memiliki kekuatan ganda. Kekuatan dalam keluarga sebagai seorang ibu dalam
pendidikan anak dan kekuatan sebagai seorang pembelajar sejati agar dapat
mengguncang dunia dengan kecerdasaran dan pemikiran yang revolusioner. Selain
peran sebagai istri dan ibu dalam keluarga, kekuatan muslimah sebagai seorang
pembelajar harus dimiliki untuk menghadapi berbagai tantangan akan derasnya
arus globalisasi dan era digital saat ini.
Selain tantangan globalisasi
dan era digital saat ini, tidak lama lagi Indonesia akan memasuki usia 100
tahun yang kemudian disebut sebagai Indonesia Emas 2045. Terdapat banyak
tantangan pula untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Salah
satunya, dependency ratio Indonesia
pada tahun 2045 akan mengalami peningkatan. Dependency ratio
merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk usia produktif dengan penduduk
usia yang non produktif. Tahun 2045 nilai dependency
ratio di Indonesia sebesar 50,1[1]. Hal ini mengindikasikan
bahwa beban ekonomi yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif di Indonesia
sangat berat yakni setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 50 penduduk
usia non produktif.
Selain itu, jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 318,96 juta jiwa
pada 2045 yang terdiri dari perempuan 160,21 juta jiwa dan laki-laki 158,76
juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak
1,45 juta jiwa dibanding laki-laki[2].
Sebagai
salah satu langkah awal, pemerintah telah merancang visi menuju Indonesia Emas
2045 untuk menghadapi berbagai tantangan kedepan. Salah
satu visi Indonesia Emas 2045 yakni pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
serta penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan menjadikan
Indonesia sebagai pusat ekonomi kreatif dan digital kelas dunia, peningkatan
kompetensi SDM yang kreatif[3]. Berdasarkan kondisi demografis yang menunjukkan
jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki tersebut maka seorang muslimah
sudah saatnya untuk ikut berperan dalam pembangunan untuk pencapaian visi
Indonesia Emas tersebut.
Seorang muslimah tidak
hanya bertanggung jawab terhadap keselamatan diri dan keluarganya, tetapi juga
menyelamatkan akhlak bangsanya. Maka, seorang muslimah sebenarnya memiliki
andil yang sangat besar untuk memperbaiki akhlak dan mencerdaskan bangsa
Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Tanzania, “Jika anda mendidik seorang pria, maka anda hanya mendidik seorang
manusia. Jika anda mendidik seorang wanita, maka anda telah mendidik seluruh
manusia.” Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya peran seorang
muslimah dalam membangun sebuah peradaban bangsa yang lebih baik. Maka, seorang
muslimah harus mempunyai landasan ilmu keislaman yang kuat dan cerdas dalam
bidang ilmunya masing-masing dalam membangun sebuah peradaban akhlak manusia.
Islam mewajibkan bagi
setiap muslim dan muslimah memiliki untuk
mencari ilmu. Selain belajar, kewajiban muslimah adalah mengajarkan tentang
syariat Islam dan mengamalkannya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan
pencarian pahala dan bentuk realisasi takwa kepada Allah. Islam juga telah
menyamakan hak-hak kaum pria dan wanita dalam firman-Nya: “Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi
para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dapada istrinya” (QS
Al-Baqarah: 228). Sebagai hamba Allah SWT, seorang muslimah mendapat tugas yang
sama dengan seorang muslim yaitu beribadah kepada Allah, seperti yang terdapat
di dalam Al Qur’an, "Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku" (QS
Adz Dzariyat:56). Pada kedua ayat
tersebut menekankan bahwa seorang muslimah diciptakan oleh Allah bukan semata
untuk memenuhi kebutuhan dunia semata tetapi diperintahkan untuk senantiasa
mematuhi syari’at agama Islam.
Ada sebuah pepatah yang
mengatakan bahwa, “wanita adalah tiang
Negara”. Apabila rambu-rambu syari’at dalam Islam yang berkaitan dengan
wanita telah lenyap dari tatanan masyarakat, maka akan timbul kerusakan,
keburukan dan bahaya yang datang silih berganti. Fakta sejarah telah menjadi
saksi bahwa faktor yang sangat berpengaruh bagi kehancuran sebuah peradaban,
hancurnya komunitas, kemerosotan moral, keruntuhan nilai-nilai luhur, serta
meluasnya tindakan kriminal, adalah terlepasnya wanita dari ajaran-ajaran agama
yang lurus. Terlebih seorang muslimah lah yang akan melahirkan dan mendidik
para generasi yang akan datang sekaligus pemberi pengaruh pertama kali bagi
kehidupan generasi dan pemimpin bangsa sebab seorang muslimah merupakan
madrasah pertama bagi anaknya (al-ummu
madrasatul ‘ula).
Ada banyak teladan di
masa lalu tentang peran luar biasa dalam berbagai bidang yang digeluti oleh
seorang muslimah. Sebagai contoh kisah seorang muslimah yang diceritakan dalam
kitab Ath-Taqabat karangan Ibn Sa’id, mengisahkan tentang Ummu Qailah
dari Bani Ammar pernah datang kepada Rasulullah untuk meminta petunjuk mengenai
pengelolaan jual beli. Istri Rasulullah , Zainab binti Jahsy, juga aktif
bekerja menyamak kulit binatang, menjualnya dan hasil usahanya sebagian
disedekahkan. Ada lagi kisah seorang wanita yang pandai menulis bernama
Asy-Syifa, yang ditugaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra sebagai petugas
yang mengatur manajemen perdagangan kota Madinah. Seperti seorang Aisyah ra.
yang memiliki kecerdasan dan hafalan yang mampu meriwayatkan banyak hadist dan
banyaknya para sahabat yang belajar darinya. Kemudian dari Khadijah ra. seorang
ekonom terbaik, kepiawaiannya dalam mengelola perdagangan bahkan sampai level
perdagangan lintas negara, sekaligus ibu yang hebat dan mampu mendampingi
Rasulullah di saat-saat tersulit menghadapi kaum kafirin. Hal tersebut terlihat
jelas bagaimana aktivitas muslimah pada masa itu menggambarkan seorang muslimah
yang taat beragama, cerdas, terpelihara martabat kewanitaannya dan harmonis
dalam kehidupan keluarganya.
Kisah-kisah tersebut dapat dijadikan teladan dalam memaksimalkan peran muslimah
untuk berkarya pada bidangnya masing-masing.
Belajar
dari berbagai kisah teladan para muslimah terdahulu, maka sudah saatnya
muslimah berkarya pada era globalisasi dan digital saat ini dengan maksimal. Seorang
muslimah yang bergerak pada bidang pendidikan maka penelitiannya tidak boleh
berhenti pada narasi, namun harus sampai pada aksi nyata untuk kebermanfaatan
masyarakat dan bangsa dengan tujuan masyarakat semakin taat pada Allah. Sebab,
inti pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana pencapaian tujuan-tujuan
sosial ekonomi, tetapi secara khusus juga berperan dalam mencapai tujuan-tujuan
spiritual manusia[4]. Selain itu, menurut Syed
Muhammad Naquib Al-Attas ilmu pengetahuan mempunyai tujuan mewujudkan kemajuan peradaban
yang Islami dan masing-masing juga tidak menghendaki terpuruknya kondisi umat
Islam di tengah-tengah akselerasi perkembangan IPTEK[5].
Selain landasan ilmu
keislaman dan pengetahuan umum, muslimah juga harus mneguasai pengetahuan
teknologi. Terlebih saat ini sudah memasuki revolusi industri 4.0 menuju
tatanan era digital. Teknologi
jika tidak di tangan umat Islam, cenderung menjajah. Umat Islam tanpa teknologi
cenderung terjajah. Diharapkan jika teknologi dikembangkan dan dikendalikan
oleh umat Islam, akan membebaskan dunia dari penjajahan[6]. Maka, muslimah juga harus melek
teknologi dan siap dengan berbagai berbagai tantangan yang akan dihadapi.
Seorang muslimah yang bergerak pada bidang ekonomi bisa
menekuni sebagai seorang pengusaha muslimah atau muslimahpreneur
tanpa
meninggalkan kewajiban seorang muslimah dalam Islam. Sebab, seorang muslimah
juga memiliki hak yang sama untuk berkarya dan bekerja dalam menunjang
perekonomiannya. Sebagai muslimahpreneur
juga harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan ajaran Islam dengan sistem
bisnis syariah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah serta harus didukung dengan
penguasaan teknologi di era digital saat ini. Aktivitas dan karya dalam bidang
ekonomi melalui muslimahpreneur juga
harus berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekitar. Senantiasa berupaya
untuk mensejarhterakan kaum dhuafa, anak yatim dan orang yang membutuhkan
melalui sedekah dari hasil usahanya.
Seorang muslimah yang
bergerak dalam bidang sosial, lingkungan dan masyarakat melalui integrasi sumber daya alam dan sumber daya
manusia untuk mengembangkan pemberdayaan kepada masyarakat lebih besar dan luas
lagi. Melalui berbagai kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat dengan tujuan
untuk mensyiarkan Islam di kalangan pemuda dengan cara yang sesuai dengan
kondisi pemuda saat ini. Harapannya dapat memperbaiki perilaku-perilaku pemuda
yang mulai menyimpang dari syari’at Islam dengan kegiatan pendampingan dan pembentukan
komunitas sosial masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai salah satu solusi untuk
memperbaiki perilaku atau moral yang menyimpang melalui syiar Islam dengan
kegiatan sosial kemasyarakatan.
Masih banyak
peran-peran yang dapat diambil dan dimaksimalkan oleh para muslimah karena Islam
merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin
dan kaffah (menyeluruh aspek kehidupan).
Maka seperti pepatah yang mengatakan bahwa “jika belajar adalah ibadah, maka prestasi adalah dakwah”. Hal ini
bisa menjadi salah satu motivasi muslimah untuk mengambil peran dengan maksimal
sesuai dengan bidangnya. Muslimah berkarya dan berperan ini tidak hanya sebagai
kepentingan pribadi tetapi juga untuk kebermanfaatan umat manusia sekaligus
menyongsong kejayaan Islam. Sesuai dalam sebuah hadist, “Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad)
[1] Data Perhitungan Proyeksi
Penduduk Indonesia 2015, Bappenas.
[3] Visi Indonesia 2045, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2017.
[4] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat
dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Terj. Hamid
Fahmy Zarkasyi, (Bandung: Mizan, 2003), 114.
[5] Irma Noviyani. Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Menurut Pandangan Syed M. Naquib Al-Attas dan Implikasi Terhadap Lembaga Pendidikan
International Institute of Islamic Thought Civilization (ISTAC). Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang,
Vol.1 Nomor 1, 2017
[6] Prof.Dr.Fahmi Amhar, Islam dan
Revolusi Industri 4.0 Peneliti Badan Informasi Geospasial
Komentar
Posting Komentar