Statistika merupakan seni untuk mengumpulkan, menganalisis data dengan tujuan akhir yakni memperoleh suatu kesimpulan. Sehingga, statistika sangat berperan dalam berbagai penelitian ilmiah untuk memperoleh kseimpulan yang valid. Analisis statistika memiliki berbagai macam metode yang dapat digunakan. Salah satu metode analisis yang sering digunakan yakni analisis regresi. Hampir semua peneliti menginginkan hasil penelitian yang terbaik sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang baik dan valid. Salah satu ukuran kebaikan suatu analisis regresi yakni nilai error atau residualnya yang minimum.
Secara matematis, residual dan error itu memiliki perbedaan. Residual
adalah selisih antara nilai duga (predicted
value) dengan nilai pengamatan sebenarnya apabila data yang
digunakan adalah data sampel, sedangkan Error adalah selisih antara nilai duga (predicted value) dengan nilai
pengamatan yang sebenarnya apabila data yang digunakan adalah data populasi. Persamaan
keduanya yakni merupakan selisih antara nilai duga
(predicted value) dengan pengamatan sebenarnya. Perbedaannya yakni residual
berasal dari data sampel, error
dari data populasi.
Tenang, saya tidak
akan membahas itu lebih jauh. Saya disini hanya akan menyoroti terkait kenapa
kebaikan sebuah model regresi dan beberapa metode analisis statistika hampir
sebagian besar memperhatikan nilai residu/error yang kecil atau minimum. Kenapa
harus residu (sisaan)?
Coba kita lihat dalam
bidang kesehatan, untuk mengidentifikasi kesehatan seorang pasien salah satunya
dengan melakukan uji laboratorium. Biasanya seorang pasien akan diambil sampel
urine untuk melihat apakah ada gejala penyakit. Kenapa urine? Karena urine
merupakan salah satu residu dari manusia dan tentunya, begitu pula dengan
kehidupan kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan
penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya ada seorang
hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka,
namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari
akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)
Sebuah amalan memang akan dihitung sejak kita meniatkan hingga amalan itu selesai. Namun, hal yang terpenting yakni sebuah amalan justru dilihat di saat akhirnya. Apakah amalan akhirnya merupakan amalan kebaikan atau keburukan. Sebab, amalan terakhir kita yang akan menentukan akhir hidup kita di akhirat. Seperti dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari:
Sebuah amalan memang akan dihitung sejak kita meniatkan hingga amalan itu selesai. Namun, hal yang terpenting yakni sebuah amalan justru dilihat di saat akhirnya. Apakah amalan akhirnya merupakan amalan kebaikan atau keburukan. Sebab, amalan terakhir kita yang akan menentukan akhir hidup kita di akhirat. Seperti dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari:
"Ada
seseorang di antara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga," ungkap
Nabi SAW dalam sabdanya. "Sehingga,
tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali hanya sehasta. Kemudian ia
didahului ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk
neraka."
"Ada di antara kalian yang
mengerjakan amalan ahli neraka,"
ujar Rasulullah SAW melanjutkan, "Sehingga
jaraknya dengan neraka hanya tinggal sehasta. Kemudian ia didahului ketetapan
Allah lalu mengamalkan perbuatan ahli surga, maka ia masuk surga."
Berdasarkan hadist tersebut, kita harus
lebih berhati-hati. Jangan sampai kita merasa puas dengan amal shaleh yang
telah kita lakukan selama ini. Berhati-hatilah dengan virus kesombongan yang
dapat dengan mudah menyerang manusia. Sehingga kita harus senantiasa istiqomah melakukan
amalan shaleh supaya nanti kita berakhir dengan khusnul khotimah di surgaNya.
Teringat sebuah kisah dari Abu Hurairah
ra, ada seorang sahabat pada jaman Rasulullah Saw bernama Al-Ushairim (`Amru
bin Tsabit bin Waqasy). Ia adalah orang yang masuk surga meskipun belum pernah
melaksanakan shalat selama hidupnya. Sebelumnya ia pernah menolak masuk Islam,
namun pada saat perang Uhud terjadi maka tampak teranglah baginya Islam dan
akhirnya ia masuk Islam dengan syahadat tulusnya. Setelah bersyahadat, saat itu
ia langsung mrngambil pedangnya dan ikut berperang bersama pasukan muslim
lainnya. Ia berjihad hingga gugur di medan perang, menjemput kesyahidan yang
diimpikan banyak orang. Padahal ia belum sempat shalat apalagi melaksanakan
rukun Islam yang lainnya. Bahkan, mungkin amalannya terhitung sangat sedikit
dan minim bila dibandingkan dengan sahabat-sahabat lain yang sudah masuk Islam
lebih dulu. Namun di akhir hidupnya ia dapat mendapatkan surgaNya.
Dunia hanya sebagai
sarana tempat 'mampir' kita, untuk menyiapkan bekal menuju 'kampung akhirat'. Innamal
a'maalu bil khawaatimi.. Sesungguhnya amal seseorang dilihat pada
akhirnya. Abu Bakar ash-Shidiq menasihatkan, bila engkau ingin meneladani
seseorang lihatlah akhir hayatnya, husnul khatimah atau su'ul khatimah. Mari
desain kebiasaan positif kita sebagai penutup usia kita nanti, karena kelak
kita akan mati dengan kebiasaan kita. Melakukan ikhtiar terbaik untuk mendapatkan
ticket to jannah.
Ibnu Taimiyah pernah berkata bahwa yang terpenting adalah
kesempurnaan akhir bukan kekurangan di awal. Begitulah rahasia Allah, kita
tidak pernah tau skenario akhir hidup kita. Banyak kejadian yang menegangkan,
mengkagetkan dan mengejutkan. Kondisi awal belum tentu sama dengan akhirnya,
begitu pula sebaliknya. Jadi, jangan sampai kita mencoba mencicipi kemaksiatan,
sekecil apapun itu keburukan maka tinggalkan. Sebab, kita tak pernah tahu kapan
malaikat maut menjemput kita. Apakah saat kondisi baik atau buruk. Begitupula dengan
kebaikan, teruslah berbuat baik sekecil apa pun itu (bisa jadi amalan kebaikan
itu menjadi pengantar kita menuju surgaNya).
Menjelang ruhnya dicabur, Junaid al-Baghdadi masih sempat membaca
sepenggal bacaan Al-Qur’an. “Apakah di
saat-saat seperti ini engkau masih sempat melakukan hal itu?” Beliau
menjawab, “Aku berpacu dengan waktu sebelum kitab amalku ditutup secara resmi”.
Selagi ada waktu maka mari maksimalkan amal shaleh untuk persembahan terbaik akhir
hidup kita. Sebab, kelak kita akan dibangkitkan dari kubur sesuai dengan
keadaan waktu matinya.
"Ya Allah,
jadikanlah sebaik-baik umurku di akhirnya, sebaik-baik amalku adalah
pamungkasnya, dan sebaik-baik hari-hariku adalah pertemuanku dengan
Engkau"
(HR ath-Thabrani)
__________
@choir19cca
Komentar
Posting Komentar