Dalam Al Qur’an surat At Tin ayat 4, “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Telah dijelaskan
bahwa manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Diberikan akal, hati dan
fisik yang tidak dimiliki oleh hewan maupun tumbuhan. Allah telah menganugerahkan
panca indera yang lengkap, berupa mata, hidung, telinga, kulit dan mulut yang
harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Karena suatu saat nanti, semua panca
indera itu akan menjadi saksi terhadap apa yang telah dilakukan semasa di
dunia. Seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an, “Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi
terhadap segela yang pernah mereka kerjakan” (QS An Nur : 24)
Manusia sebagai makhluk terbaik dan sempurna, mensyukuri
segala nikmat yang telah diberikan Allah padanya merupakan sebuah keniscayaan. Karena
dengan menyukuri nikmat yang telah diberikan Allah, maka Allah telah berjanji
dalam Al-Qur’an, “… sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ar
Rad’u : 7). Terlebih dalam surat Ar Rahman pun disebutkan, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” sebanyak
31 kali. Hal ini menunjukkan bahwa begitu besar dan luasnya nikmat Allah yang
telah diberikan pada manusia.
Namun, ironisnya saat ini tidak sedikit
manusia yang selalu berkeluh kesah terhadap masalah kehidupan yang menimpanya. Dengan
semakin maraknya teknologi informasi membuat manusia dengan mudahnya
mengeluhkan segala permasalahan hidupnya dari yang kecil hingga hal yang besar
di media sosial. Rata-rata hal yang dikeluhkan yaitu terkait masalah dalam
hidupnya yang tidak bahagia dikarenakan berbagai faktor. Salah satu faktor yang
sering dihubungkan dengan sebuah kenikmatan yaitu terkait harta yang
dimilikinya.
Nikmat harta merupakan salah satu yang saat ini
seakan menjadi tolak ukur kenikmatan seseorang. Banyak manusia menganggap
kenikmatan yang diberikan oleh Allah hanya dilihat dari sudut pandang harta
kekayaan saja. Kondisi yang ada saat ini yaitu yang kaya semakin kaya dan yang
miskin semakin miskin. Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu
terkait permasalahan kemiskinan yang belum terselesaikan dengan optimal.
Bahkan, rasio gini di Indonesia pada tahun lalu sebesar 0,41. Rasio gini
merupakan sebuah alat untuk mengukur tingkat kesenjangan sosial di masyarakat.
Rasio gini di Indonesia telah memasuki fase peringatan karena nilainya telah
mencapai angka 0.41-0.45 Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain sifat
manusia yang merasa tidak puas terhadap apa yang telah dimilikinya, serta
minimnya lapangan pekerjaan. Padahal, sebagai muslim dilarang untuk
berlebih-lebihan.
Terjadinya ketimpangan sosial terkait kaya dan
miskin dapat memicu permasalahan psikologis seperti munculnya rasa dengki dalam
masyarakat. Dengki atau hasad
merupakan rasa membenci kebahagiaan orang lain dan berharap kebahagiaan
tersebut hilang darinya. Rasa dengki ini dilarang dalam Islam, seperti yang
telah diriwayatkan dari Abu Hurairah yang mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kalian dengki (hasad). Kaena,
dengki memakan kebaikan seperti api membakar kayu bakar.” Seperti yang
disampaikan oleh K.H Abdullah Gymnastiar bahwa dalam hidup ini kita tidak boleh
senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Menurut
Abu Bakar Al-Razi, sifat dengki bersumber dari gabungan sifat pelit (bakhil) dan keburukan jiwa.
Dampak dari sifat dengki ini antara lain, dapat
menghalangi seseorang melakukan kegiatan yang bermanfaat dan menimbulkan
kesedihan yang berkepanjangan. Selain itu, bahaya sifat dengki dalam beragama
adalah sikap marah terhadap ketentuan dan keadilan Allah yang semuanya
merupakan kekuasaan-Nya. Hal ini dapat menodai ketauhidan seseorang dalam
beragama. Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya
Ulum Al-Din menjelaskan cara pengobatan sifat dengki yang merupakan salah
satu penyakit hati yang tergolong berat. Obat untuk sifat dengki ini hanyalah
ilmu dan amal, ilmu bermanfaat bagi para penderita dengki untuk mengetahui
bahwa sifat dengki berbahaya baginya dalam urusan dunia dan agama. Melakukan
amal kebaikan merupakan hal yang dianjurkan dalam agama Islam sebagai bekal
kelak di akhirat. Salah satu amal kebaikan sebagai tanda syukur atas
kenikmatan-Nya yang telah diperoleh ialah dengan sedekah.
Sedekah merupakan amalan yang dianjurkan dalam agama
Islam. Seperti perintah Allah dalam Al-Qur’an, “…dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS As Saff : 11) Selain itu, tercantum
dalam sebuah hadits, "Tidak ada hari
yang disambut oleh para hamba melainkan di sana ada dua malaikat yang turun,
salah satunya berkata: "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang-orang yang
berinfaq. Sedangkan (malaikat) yang lainnya berkata: "Ya Allah berikanlah
kehancuran kepada orang-orang yang menahan (hartanya)." (H.R. Bukhari
Muslim) Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa manusia tidak dianjurkan untuk
menumpuk atau menahan hartanya saja, akan tetapi harta yang berlebih dapat
disedekahkan kepada orang yang lebih membutuhkan. Ketika seseorang yang
mempunyai harta berlebih kemudian memberikan sebagian hartanya kepada orang
yang berkekurangan, maka dapat menurunkan rasio gini. Sehingga, ketimpangan
sosial akan cenderung berkurang karena adanya rasa saling berbagi pada
sesama.
Dalam melakukan sedekah, tentunya harus ada sebuah
motivasi dan dorongan untuk dapat melakukannya. Motivasi itu dapat diperoleh
dengan janji Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an , "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah 261) Selain itu,
dalam sebuah hadits Rasulullah disebutkan bahwa salah satu dari 7 golongan yang
diberi naungan pada hari kiamat adalah
orang yang bersedekah dengan tangan kanan, tetapi tangan kirinya tidak mengetahuinya.
Selain itu, sedekah sebagai wujud nyata seseorang
dalam menyukuri setiap nikmat harta. Sedekah
juga sebagai proses penyadaran diri bahwa harta hanyalah titipan dari Allah.
Seperti dalam ilmu psikologi Islam bahwa, manusia harus melakukan pengendalian
motif kepemilikan. Mengendalikan dan menundukkan motif kepemilikan pada syariat
Islam mrupakan suatu bentuk pemahaman akan kehidupan dunia secara keseluruhan.
Islam memandang dunia secara proporsional dan menjadikan status harta sebagai
satu amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan penggunaannya. Sebab, setiap
manusia kelak akan ditanyakan hartanya dari mana didapatkannya dan untuk apa
digunakannya. Dengan sedekah, sebagai salah satu langkah konkret dalam
mensyukuri nikmat-Nya dan sebagai pertanggungjawaban kita di akhirat. Karena,
Allah tidak memerintahkan manusia untuk menghitung nikmat-Nya, tetapi untuk
mensyukuri nikmat-Nya.
Referensi :
-
Taufiq, Izzudin Muhammad. (2006).
Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam. Jakarta : Gema Insani Press
-
Thalbah, Hisham dkk. (2008).
Ensiklopedia Mukjizat Al Quran dan Hadis : Kemukjizatan Psikoterapi Islam.
Sapta Sentosa
-
Al-Quran dan terjemahannya
-
https://catatanis.wordpress.com/2016/04/01/mungkinkah-tragedi-1998-terulang-kembali-coba-intip-koefisien-gini-indonesia-pada-tahun-2000-2016.html (diakses 24 September 2016)
#ch19
#MudaBerkarya
Komentar
Posting Komentar