Di penghujung tahun
2015 ini merupakan momen yang ditunggu oleh pemerintah Indonesia. Dua ribu lima
belas ini sudah hampir dipenghujung tahun, berarti MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean) sudah akan dimulai. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) / AEC (Asean Economic
Community) adalah proyek yang telah lama disiapkan seluruh anggota ASEAN yang
bertujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN dan
membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang kuat.
Negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas barang,
jasa, investasi, dan tenaga kerja dari dan ke masing-masing negara. Dalam
menghadapi hal ini, Indonesia harus memiliki strategi khusus dengan berusaha
mempersiapkan kualitas diri dan memanfaatkan peluang MEA 2015. Salah satunya
ialah meningkatkan kapabilitas warga
Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara anggota ASEAN lainnya.
Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA dalam upaya
persiapan menghadapi pasar bebas ASEAN. Dalam cetak biru MEA, terdapat 12
sektor prioritas yang akan diintegrasikan oleh pemerintah. Sektor tersebut
terdiri dari tujuh sektor barang yaitu industri agro, otomotif, elektronik,
perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil.
Kemudian sisanya berasal dari lima sektor jasa yaitu transportasi udara,
kesehatan, pariwisata, logistik, dan teknologi informasi. Sektor-sektor
tersebut pada era MEA akan terimplementasi dalam bentuk pembebasan arus barang,
jasa, investasi, dan tenaga kerja.
Sektor pada era MEA salah
satunya ialah tenaga kerja. Melihat kondisi Indonesia saat ini memiliki angka
pengangguran yang cukup tinggi, seakan
tidak relevan dalam menghadapi MEA. Berdasarkan tabel dibawah ini, meskipun
dari tahun ke tahun sudah menunjukkan penurunan angka pengangguran namun hingga
tahun 2013 angka pengangguran mencapai 7,39 juta orang atau sebesar 6,25%. Disamping
itu Indeks Pembangunan Manusia 2012 Indonesia yaitu 0,629, berada di bawah rerata 0,64 dalam
daftar negara-negara yang termasuk dalam kelompok Medium Human Development
Group. Hal ini perlu dicermati lebih serius, karena Indonesia akan menghadapai
MEA dan dilanjutkan bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi 5 tahun
mendatang.
Tabel.1 Jumlah
Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986–2013
Tahun
|
Angkatan Kerja
|
Bekerja
|
Pengangguran
|
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja - TPAK
|
Tingkat Pengangguran Terbuka - TPT
|
|
(Juta Orang)
|
(Juta Orang)
|
(Juta Orang)
|
(%)
|
(%)
|
||
2005
|
Februari
|
105,80
|
94,95
|
10,85
|
68,02
|
10,26
|
November
|
105,86
|
93,96
|
11,90
|
66,79
|
11,24
|
|
2006
|
Februari
|
106,28
|
95,18
|
11,10
|
66,74
|
10,45
|
Agustus
|
106,39
|
95,46
|
10,93
|
66,16
|
10,28
|
|
……
|
…..
|
…………
|
…….
|
………
|
……….
|
……
|
……
|
……….
|
…….
|
…….
|
……..
|
…….
|
|
2012
|
Februari
|
120,41
|
112,80
|
7,61
|
69,66
|
6,32
|
Agustus
|
118,05
|
110,81
|
7,24
|
67,88
|
6,14
|
|
2013
|
Februari
|
121,19
|
114,02
|
7,17
|
69,21
|
5,92
|
Agustus
|
118,19
|
110,80
|
7,39
|
66,90
|
6,25
|
Sumber: Sakernas, BPS
Pada tahun 2020 hingga 2030 Indonesia diperkirakan akan
mengalami bonus demografi. Bonus Demografi merupakan keadaan ketika negara Indonesia memiliki jumlah
penduduk usia produktif (15 tahun - 64 tahun) dengan jumlah yang melimpah, yaitu
sekitar 2/3 dari jumlah penduduk keseluruhan. Bonus demografi dapat dilihat
dengan parameter Dependency Ratio (angka beban ketergantungan) yang
cukup rendah, yaitu mencpai 44. Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk
usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 44 penduduk tidak
produktif.
Beradasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia
tahun 2010 menunjukkan Dependency ratio Indonesia sebesar 50,5.
Sementara pada tahun 2015 dependency ratio memiliki angka lebih kecil
yaitu 48,6. Angka dependency ratio ini akan semakin kecil lagi pada tahun 2020
hingga 2030, yang akan menciptakan bonus demografi untuk Indonesia.
Tabel.2 Dependency Ratio menurut Provinsi, 2010-2035
Provinsi
|
Tahun
|
|||||
2010
|
2015
|
2020
|
2025
|
2030
|
2035
|
|
Aceh
|
56,3
|
54,8
|
53,6
|
50,8
|
47,9
|
45,8
|
Sumatera Utara
|
58,0
|
56,3
|
55,3
|
53,6
|
51,7
|
50,8
|
………..
|
……
|
……
|
…….
|
…….
|
……..
|
……..
|
Papua
|
53,8
|
47,5
|
43,7
|
42,0
|
41,6
|
42,2
|
INDONESIA
|
50,5
|
48,6
|
47,7
|
47,2
|
46,9
|
47,3
|
Sumber: BPS Indonesia
Proporsi penduduk yang
produktif (angkatan kerja) lebih besar dari yang tidak produktif (tidak
bekerja), sehingga tingkat kebergantungan penduduk tidak produktif (anak-anak
dan lansia) kepada penduduk yang produktif menjadi sangat rendah, karena
minimal setiap keluarga bisa membantu keluarganya sendiri, sehingga negara dapat
saving devisa banyak jika kondisi ini berlanjut. Dengan bonus demografi yang akan
diterima Indonesia tahun 2020-2030, maka peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dapat dicapai jika dipotimalkan.
Kondisi ini semacam ini
ibarati ‘pedang bermata dua’ yakni
dapat menjadi sebuah permasalahan jika tidak dioptimalkan dan juga dapat
menjadi sebuah berkah jika dioptimalkan. Untuk memanfaatkan bonus demografi sangat
diperlukan kebijakan, salah satu alternatifnya yaitu mencetak wirausaha muda
yang mampu memberdayakannya tenaga kerja, mampu bekerja dan menciptakan
lapangan pekerjaan untuk menekan angka penganguran.
Selain itu, pemerintah
juga perlu menjalankan kebijakan mengenai pemberdayaan perempuan agar dapat
masuk dipasar kerja. Tidak dipungkiri bahwa usia produktif ini juga meliputi
perempuan, sehingga tidak menutup kemungkinan jika perempuan dapat bekerja dan
masuk dipasar kerja. Sebagai salah satu solusi sederhana ialah, mencetak
wirausaha perempuan (muslimahpreneur)
yang tidak meninggalkan kewajiban seorang perempuan dalam Islam.
Muslimahprenuer
merupakan seorang perempuan muslim yang berwirausha dengan tidak meninggalkan
kewajiban sebagai seorang muslimah. Muslimahpreneur dinilai cukup solutif
melihat dengan kondisi Indonesia yang akan mengahdapai MEA dan bonus demografi.
Selain itu, dalam agama Islam sudah dicontohkan oleh istri Rasulullah yaitu
Khadijah ra merupakan seorang saudagar perempuan yang sukses. Sebagai seorang pengusaha muslimah juga harus memiliki kompetensi
yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan sistem bisnis syariah yang telah
diajarkan pada agama Islam dan dicontohkan pada Rasulullah SAW.
Mengangkat solusi
muslimahprenuer sebab, melihat seorang perempuan juga memiliki hak yang sama
untuk berkarya dan bekerja untuk menunjang perekonomiannya. Disamping itu,
ketika seorang muslim memiliki rezeki yang berelebih maka dapat disedekahkan
kepada saudara muslim yang lain. Didukung dengan zaman yang sudah canggih
teknologinya, ketika berwirausaha seorang perempuan tidak lagi harus pergi
untuk bertransaksi ataupun yang lain. Sehingga, masih bisa menjalankan
kewajibannya sebagai seorang muslimah.
Terlebih, Indonesia
pada tahun 2013 menargetkan rasio jumlah wirausaha per penduduk Indonesia
mencapai 2,5 persen atau sebanyak 6.128.655 orang. Target ini lebih tinggi dari
rasio wirausaha 2011 yaitu 1,56 persen atau sekitar 3.707.205 orang. Hal ini
mendukung untuk semakin gencar dalam mencetak wirausaha, salah satunya ialah
melalui muslimahprenuer. Sebagai sebuah bukti nyata bahwa seorang muslimah juga dapat
berkarya untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang mandiri dan sejahtera melalui muslimahprenuer.
Sumber :
Badan
Pusat Statistik Indonesia
-Ch
# MudaBerkarya
Komentar
Posting Komentar