Buku ini,
seperti sebuah curahan hati sang menteri kesehatan (Ibu Siti Fadilah S), mengenai
bagaimana sulit dan bingungnya beliau dalam menghadapi permasalahan serangan
flu burung yang mendadak. Masalah flu burung yang membuat beliau semakin
kesulitan, karena pada saat itu masalah tsunami dan busung lapar belum selesai.
Terlebih, pemberitaan media yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, yang
menyebabkan masyarakat sangat khawatir mengenai kasus flu burung ini. Rasa
takut masyarakat pun bertambah kuat ketika sudah tersebar isu bahwa penularan
flu burung sudah terjadi melalui sesama manusia.
Terlebih sikap dari WHO yang dicurigai oleh beliau mengenai WHO yang meminta
virus dikirim ke Hongkong untuk dilakukan penelitian, karena kabar kelanjutan
virus yang dikirim tidak didapat kabarnya lagi. Beliau juga bingung dan curiga
terhadap sikap aneh dari WHO yang notabene organisasi internasional yang
bertujuan untuk menysejahterakan masyarakat dunia. Anehnya lagi, setiap hasil
pemeriksaan dari laboratorium milik pemerintah hasilnya sama. Sehingga beliau
mengajukan protes karena kejanggalan yang dialaminya.
Selain itu, beliau bercerita bagaimana cara
untuk memperjuangkan hak yang seharusnya dimiliki oleh para pemilik virus(penderita
flu burung). Karena fakta yang terjadi virus yang dimiliki oleh penderita di
suatu negara tersebut justru tidak
berhak dan tidak diberikan kebebasan akan virus mereka, jutru negara yang
berhasil membuat vaksin. Selanjutnya harga jual vaksin yang mahal membuat negara yang
banyak kasusnya tidak mampu membeli vaksin, padahal mereka sangatlah butuh.
Sedangkan negara kaya bisa memiliki vaksin walaupun tidak ada satupun kasus di
negaranya. Ini sangatlah ironis seakan membunuh saudara antar negara secara
tidak langsung.
Beliau menceritakan bagaimana gigihnya dalam berjuang apa yang beliau inginkan,
yaitu tegaknya keadilan bagi para pemilik virus itu. Sesuatu yang beliau inisiatifkan
memang bukan suatu hal yang akan mendapatkan dukungan, dan beliau sangat
menyadari itu. Segala bentuk godaan yang beliau alami, namun beliau tetap
mematuhi aturan yang sudah ada. Beliau hanya ingin memutus lingkaran setan dan
ketidakadilan yang selama ini menyiksa para negara miskin yang hanya
mendapatkan imbas kepedihan, sedangkan negara kaya justru menikmati apa yang
sudah negara miskin itu berikan. Indonesia punya virus, dan itulah yang
dibutuhkan untuk membuat vaksin, namun tidak dimanfaatkan sesuai dengan
semestinya. Jika virus itu tidak dikirim, maka vaksin pun tidak dapat dibuat. Namun,
dengan sikap beliau ini, beliau justru
dikecam dan dituduh menghambat proses penelitian dan segala macamnya. Setelah
pembicaraan yang alot, akhirnya banyak dukungan yang memihak pada beliau dan beliau
mendapatkan apa yang beliau perjuangkan.
Namun,
beliau menuliskan apa yang beliau perjuangkan belumlah selesai. Masih banyak amanah
yang harus dilakukan dan dituntaskan. Masih banyak hal-hal yang belum dapat
beliau selesaikan dengan ilmu yang beliau miliki. Pada kasus flu burung hingga
akhirnya meninggal belum dapat dijawab dengan teori yang seharusnya. Sehingga,
bagi beliau masih panjang perjuangannya, sehingga beliau mengajak orang lain
untuk tetap memiliki prinsip dan harga diri sebagai bangsa Indonesia yang
cerdas.
Melalui buku ini, kita mendapatkan informasi yang tidak kita sangka sebelumnya.
Sebuah organisasi dunia WHO justru melakukan hal yang tidak sepantasnya
dilakukan, yaitu menggunakan virus tanpa seijin negara asal untuk pembuatan
vaksin, kemudian menjualnya dengan harga mahal.
.
#MudaBerkarya
@choir195
Komentar
Posting Komentar