Tulisan Mading MII#5
PENGORBANAN SAYIDINA ABU BAKAR YANG TIADA TARANYA
“Abu Bakar mengungguli kamu semua bukan kerana banyaknya sembahyang
dan banyaknya puasa, tapi kerana sesuatu yang bersemayam di hatinya.”
(Hadis
Riwayat at-Tirmidzi dan Imam Ghazali di Ihya’ Ulumuddîn)
Setiap malam Jumaat, selesai sembahyang Isyak, tubuh yang
dibalut jubah kasar itu duduk berzikir. Kepalanya menunduk sangat rendah sampai
menyentuh lutut. Begitu khusyuk dan khidmat, tidak sedikit pun bergerak untuk
mendongak. Menjelang fajar terbit, kepalanya baru diangkat, menghela nafas yang
panjang dan tersendat-sendat. Seluruh aroma di ruangan itu berubah. Tercium bau
hati yang terpanggang.
Itulah ibadah khusus Abu Bakar Radhiallâhu’anhu yang
diceritakan oleh isteri beliau setelah mendapat permintaan dari Umar bin
al-Khatthab. Umar menitikkan air mata, terharu mendengar cerita dari isteri
pendahulunya itu. “Bagaimana putra al-Khatthab boleh memiliki hati yang
terpanggang,” ujarnya. Hati yang terbakar oleh rasa takut melihat kebesaran Allah, terbakar oleh rasa cinta kerana memandang keindahan Allah,
juga terbakar oleh harapan yang memuncak akan belas kasih Allah.
Abu Bakar ash-Siddiq r.a dinobatkan sebagai orang terbaik
dari kalangan umat Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah SAW juga menobatkannya khalîl atau kekasih
terdekat bagi beliau. Faktor utamanya bukan kerana banyaknya amal yang beliau
lakukan, tapi kerana hatinya. Hatinya diserahkan khusus untuk Allah dan
Rasul-Nya.
Pada saat Rasulullah SAW mengumumkan agar kaum Muslimin
menyumbangkan harta mereka untuk dana perang menentang tentera Rom di Tabuk,
Abu Bakar membawa seluruh hartanya kepada Rasulullah SAW.
“Apa
yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” tanya Rasulullah kepada Abu Bakar.
“Allah dan Rasul-Nya?” jawab Abu Bakar tanpa keraguan sedikit pun.
“Allah dan Rasul-Nya?” jawab Abu Bakar tanpa keraguan sedikit pun.
Inilah ketulusan hati Abu Bakar. Sayidina Abu Bakar
As-Siddiq berkata kepada para sahabat,"Sesungguhnya aku telah mengatur
urusan kamu, tetapi aku bukanlah orang yang paling baik di kalangan kamu maka
berilah pertolongan kepadaku. Kalau aku bertindak lurus maka ikutilah aku tetapi
kalau aku menyeleweng maka betulkanlah aku!"
“Orang
yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati tak meninggalkan apa pun
melainkan apa yang ia cintai,” demikian disebut oleh Imam al-Ghazali tentang
kisah beliau ini.
Ketulusan
sepenuh hati itu membawa Abu Bakar SAW menjadi orang yang paling makrifat
kepada Allah di antara umat Rasulullah SAW yang lain. Abu Bakar
Radhiallâhu’anhu mengorbankan segalanya untuk Allah dan
Rasulullah SAW hingga,
hidupnya begitu miskin setelah mengucapkan ikrar Islam di hadapan Rasulullah padahal, sebelumnya Abu Bakar adalah
saudagar yang disegani di Quraisy.
Abdullah bin Umar bercerita: Suatu ketika Rasulullah SAW duduk. Di samping beliau ada Abu Bakar memakai jubah
kasar, di bahagian dadanya ditutupi dengan tambalan. Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan salam Allah
kepada Abu Bakar. “Hai Rasulullah, kenapa aku lihat Abu Bakar memakai jubah
kasar dengan tambalan penutup di bagian dadanya?” tanya Malaikat Jibril.
“Ia
telah menginfakkan hartanya untukku sebelum Penaklukan Makkah.” Sabda beliau
“Sampaikan kepadanya salam dari Allah dan sampaikan kepadanya: Tuhanmu
bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak rela?”
Rasulullah
SAW menoleh kepada Abu Bakar. “Hai Abu Bakar, ini Jibril menyampaikan salam
dari Allah kepadamu, dan Allah bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu
ini ataukah tidak rela?”
Abu
Bakar menangis: “Apakah aku akan murka kepada (takdir) Tuhanku!? (Tidak!) Aku
redha dengan (takdir) Tuhanku, Aku redha akan (takdir) Tuhanku.”
Semua
miliknya habis dikorbankan untuk Allah dan Rasulullah SAW.
Inilah cinta yang hakiki. Cinta yang mengorbankan segalanya
untuk Sang Kekasih, dia tak memerlukan apa-apa lagi selain Dia di hatinya.
“Orang yang merasakan kemurnian cinta kepada Allah, maka cinta itu akan
membuatnya berpaling dari pencarian terhadap dunia dan membuatnya merasa tidak
asyik bersama dengan segenap manusia.” Demikian untaian kalimat tentang tasawuf
cinta yang pernah terucap dari mulut mulia Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.
Oleh
kerana itu, Sayidina Abu Bakar r.a memilih zuhud sebagai jalan hidup utama
beliau. Dunia bukanlah matlamat utama yang hendak dinikmati, tapi godaan yang
harus dihindari. Faktor utama yang menyebabkan manusia lupa kepada Allah adalah
kesukaannya terhadap hal-hal duniawi.Faktor utama yang menyebabkan manusia
mendurhakai Allah juga adalah cinta dunia. Cinta atau gila dunia merupakan ibu
dari segala kesalahan yang dilakukan manusia. (ch)
#MencobaBerkarya
Komentar
Posting Komentar