Disuatu sore menjelang
maghrib, aku menyalakan laptop. Hari ini adalah pengumuman hasil SNMPTN
Undangan, dan aku membukany. Namun, tertulis warna merah dengan tulisan ‘maaf
anda belum lolos’ kata itu yang membuat air mata terjatuh. Seraya aku tidak
percaya bahwa aku tidak lolos, mungkin aku terlalu berharap dan sombong dengan
diriku. Seketika, handphone bordering
tanda ada SMS dari sahabatku “Alhamdulillah
ir, aku ketrima di UNY” sebuah kata
yang entah akan membuatku sedih atau bahagia. Namun, ini adalah kenyataan yang
harus aku hadapi. Beberapa saat kemudian, banyak SMS yang dikirim oleh teman
dekatku yang memberitahu kabar gembira mereka yang telah diterima di PTN
sekaligus menanyakan kabarku. Saat itu, aku hanya bisa menangis dan merenung
dikamar ditemani ibu yang baru saja pulang kerja. Sepertinya beliau juga kecewa
dan sedih melihatku tidak lolos, tapi beliau menyimpan rasa itu demi
ketenanganku. Tapi, aku masih bersyukur pada Allah karena masih banyak sahabat
dan keluarga yang mendukungku. Serta, masih ada atau bahkan banyak siswa yang
mengalami hal sama denganku. Setelah beberapa minggu, aku mulai terpanggil
untuk berjuang kembali di tes SBMPTN.
Mungkin, ini juga
teguran dari Allah untuk aku bisa lebih sungguh-sungguh, tidak terlalu berharap
lebih, dan harus memperbaiki diri. Aku mulai semangat belajar untuk tes SBMPTN
bersama teman-temanku, hingga mengikuti sebuah bimbingan belajar. Hampir setiap
hari ada jadwal dalam bimibngan belajar, dan itu berlangsung sekitar 3 bulan. Waktu
terus berjalan hingga tiba saat tes SBMPTN. Sehari sebelum tes, aku mengecek
lokasi ujian bersama bapak dan kakak di Fakultas Teknologi Hasil Pertanian UGM.
Sehingga pada saat pelaksanaan tes, aku dapat berangkat dengan tenang.
Pagi-pagi, aku sudah siap untuk berangkat dengan sarapan yang sudah
dipersiapkan oleh ibuku tersayang. Pagi itu, aku berangkat diantar kakakku
menuju lokasi ujian. Tes berlangsung selama 2 hari, dalam tes SBMPTN ini aku
memilih prodi gizi kesehatan dan kimia, sama dengan pilihanku saat SNMPTN
Undangan. Sebab, aku ingin menjadi seorang ahli gizi.
Setelah beberapa bulan
pelaksanaan tes, sebentar lagi hasil akan muncul. Aku berharap dapat lolos
dalam tes ini. Pengumuman tiba, aku membuka hasil melalui internet.
Namun, hasilnya sangat mengecewakan. Aku tidak lolos tes untuk yang kedua
kalinya. Iseng membuka twitter dan facebook, mereka sudah sibuk dengan
status-status mereka yang menggambarkan kebahgian mereka telah diterima di
universitas. Hatiku pun mulai merasa iri dengan mereka yang diterima, rasanya
seperti tidak adil. Aku pun mulai resah, kecewa, putus asa, sedih semua campur
menjadi satu entah apa nama perasaan tersebut.
Hari-hari aku lalui
dengan rasa sedih dan murung. Aku jadi
malu untuk pergi keluar bersama teman-teman dan bertemu dengan orang lain. Aku
memilih untuk dirumah, dan menghabiskan waktu dengan merenung dan
kegiatan-kegiatan lain. Meskipun aku mencoba menghindar bertemu dengan orang
lain, namun tante dan om sering dating ke rumah sembari menanyakan kabarku.
Sebab, tahun inilah hanya aku yang jadwalnya masuk perguruan tinggi. Mungkin
mereka peduli dengan aku, tapi aku justru merasa malu, kecewa dan sedih setiap
mendengarkan pertanyaan, “Gimana mbak
Choir, jadi ketrima dimana?”. Itu adalah pertanyaan yang palin sensitive
bagiku, dan terkadang sakit hati karena ditanya berulang-ulang. Tak hanya dari
keluarga, namun dari teman-teman sekolah, adik kelas dan sahabat-sahabatku.
Mereka selalu bertanya hal yang sama, maupun secara langsung, media elektronik
bahkan lewat social media. Selalu aku jawab, “Belum ketrima” dengan senyum yang terpaksa. Tanggapan mereka
selalu positif, mereka selalu menyemangatiku untuk tetap semangat, namun
semangat-semangat itu tidak sedikitpun dapat menggubah kesedihanku. Ada sahabat
terbaikku yang selalu menyemangatiku setiap saat, dia selalu mengirim SMS,
mengajariku dan memberikan kata-kata motivasi yang sedikit dapat memunculkan
semangat baruku. Dia memang sahabat yang paling dapat memahamiku dan mengerti
keadaaanku. Disamping itu, kakakku pun juga menyemangatiku untuk tetap
berjuang, ia juga mengingatkanku untuk memperbaiki ibadahku. Mungkin benar yang
ia katakan, aku juga harus muhasabah diri dengan apa yang telah aku lakukan
selama ini. Banyak faktor yang membuat Allah belum mengabulkan doaku, baik
faktor ibadah, akademik, social hingga faktor-x lain. Aku pun mulai merenungi
diri yang penuh khilaf ini.
Setelah itu, aku pun
mulai bangun kembali dan mencoba mendaftar kembali tes UM UGM dengan pilihan
prodi Statistika yang benar-benar diluar keinginanku dari awal. Sebab, waktu
mengisi pemilihan jurusan tersebut aku bingung antara masih tetap bertahan
untuk Gizi Kesehatan atau yang lain. Kemudian, aku meminta saran kepada bapak
dan beliau menganjurkan aku untuk memilih Statistika dipilihan pertama dan
selanjutnya Gizi Kesehatan pada pilihan kedua. Akhirnya, entah kenapa saat itu
aku pun menuruti anjuran beliau dan langsung aku ‘click’ untuk memutuskan
pilihan itu. Pada saat, ujian UM UGM pagi-pagi aku diantar oleh kakak saya.
Namun, tiba-tiba beberapa meter sebelum sampai tempat ujian, motor pun
tiba-tiba mogok dan mati. Saat, itu aku pun panic ditambah dengan suasana macet
dan ramai penuh dengan kendaraan para pengantar. Kemudian, aku langsung turun
dari motor dan berjalan cepat menuju gedung tempat ujian dilantai 3 sambil
berdoa. Aku pun mulai mengerjakan soal dengan tenang dan ada beberapa yang aku
jawab sesuai dengan kayakinan hati.
Sembari, menunggu
penggumuman hasil UM UGM tersebut aku mengikuti SM UNY. Meskipun rasa lelah
belajar it uterus melanda, namun aku mencoba tetap bertahan demi perjuangan
citaku ini. Namun, saat mengerjakan soal SM UNY aku merasa melakukan keslahan
yang cukup besar. Aku tidak menjawab semua jawaban sebab aku mengira penilaian
poin sama dengan tes SBMPTN, namun ternyata pada SM UNY sistem penilaiannya
berbeda, seperti ujian biasa. Setelah, pulang aku pun langsung cerita dan
menangis dengan kekecewaan dan penyesalan. Namun, ibu selalu menguatkanku untuk
tetap berdiri dan semangat.
Meskipun, waktu
pelaksanaan UM UGM lebih dahulu daripada SM UNY. Pengumuman hasil lebih dahulu
SM UNY, dan pagi itu waktu bulan Ramadhan aku melihat hasil dari sebuah surat
kabar. Aku mencoba mencari nomor dan namaku berkali-kali, namun tak kunjung aku
temukan namaku, justru banyak nama
teman-temanku tepampang disana. Saat itu pula, tiba-tiba air mataku menetes kembali dan saat itu pula aku mulai
benar-benar ikhlas jika memang aku tidak diterima disebuah PTN. Aku mengabarkan
kepada ibu, dan beliau berkata, “Iya po? Coba dicek lagi” sambil
memandang dengan rasa sedih seakan tidak percaya dan berharap aku diterima. Namun beliau
selau menguatkanku. Beliau hanya berdoa
dan berharap kepadaku semoga ketrima pada UM UGM, namun aku sudah tidak yakin
lagi bisa diterima pada UM UGM. Sehingga, saat itu aku mulai melupakan seakan
UM UGM itu tidak ada, karena aku takut
mengecewakan kembali orangtua yang keempat kalinya, dan aku takut aku lebih
sedih dan kecewa. Maka, saya telah mengikhlaskan aku yang telah diterima disebuah
PTS di Yogyakarta. Setiap, orang dan
saudara menanyakanku, “Jadi kuliah
dimana?” aku hanya menjawab ”Amikom
jurusan Teknik Informatika” dengan senyuman keikhlasanku. Aku sudah tidak
memikirkan bagaimana hasil UM UGM itu.
Disebuah acara buka
bersama teman-teman Rohis, malam yang penuh arti dan sharing bersama adik-adik
penerus tongkat estafet dakwah. Ketika adzan isya’, sahabatku membuka hasil UM UGM dan dia diterima pada
prodi Akuntansi. Setelah mengetahui kabar gembira dari sahabatku itu, teman
serta adik kelas terus memaksaku untuk membuka hasil ujian tersebut. Saat itu
aku hanya bisa menggelengkan kepala
tanda menolak sebab takut hasilnya mengecewakan dan aku tidak ingin itu
terulang kembali. Akhirnya, aku pulang ke rumah dan penasaran dengan hasilnya
aku mencoba membuka computer sekitar pukul 9 malam. Saat, itu ibu dan kakak telah tidur dan bapak sedang pergi. Sehingga,
aku membuka hasil itu sendirian dengan bismillah aku membuka page
tersebut. Alhamdulillah, hasilnya benar-benar mengagetkan dan membahagiakan.
Aku diterima di prodi Statistika, saat itu pun aku sujud syukur dengan linangan
air mata keberhasilan dan keharuan. Setelah itu, aku langsung mengabarkan hal tersebut kepada ibu, dan beliau pun
menangis sambil memelukku dengan erat. Malam itu, menjadi malam yang penuh
dengan kebahagiaan dan keharuan di keluargaku. Mungkin, memang Allah memberikan
jalan-Nya kepada setiap hamba itu berbeda-beda. Allah lah yang mengetahui mana yang baik untuk kita dan buruk
untuk kita, Allah adalah sebaik-baik
pembuat dan penentu sebuah rencana
kehidupan kita. Boleh kita berencana, namun akhirnya Allah yang akan menentukan
semuanya.
Komentar
Posting Komentar